Gerakan Populis dan Organisasi Tanpa Ideologi: Kritik dari Perspektif Marxis

Gambar Diambil dari Youtube Bahasa Kita

Dalam lanskap politik dan sosial hari ini, kita sering menyaksikan maraknya gerakan-gerakan populis yang tampak bertenaga di permukaan tetapi kosong secara substansial. Gerakan ini, yang lebih sering berorientasi pada pencitraan diri dan perluasan portofolio individu, tidak memiliki pijakan ideologis yang jelas dan cenderung bersifat pragmatis tanpa arah. Dari perspektif Marxis, gerakan semacam ini tidak lebih dari fenomena politik borjuis yang bergerak mengikuti arus tanpa berupaya mengubah struktur sosial secara fundamental.

Gerakan Populis: Ilusi Perubahan dalam Bingkai Status Quo

Dalam kerangka pemikiran Marxis, setiap gerakan sosial harus dipahami dalam konteks relasi kelas dan dinamika historis yang melingkupinya. Gerakan yang lahir tanpa fondasi ideologis yang jelas, atau sekadar didorong oleh kepentingan personal untuk menaikkan posisi sosial individu tertentu, tidak lebih dari cerminan kelas borjuis kecil yang hanya berupaya mencari posisi di dalam sistem, bukan menghancurkan atau mengubahnya secara radikal.

Populisme sering kali hadir dengan retorika perubahan, tetapi tanpa strategi yang terarah dan sistematis. Dalam banyak kasus, gerakan populis hanya menjadi alat bagi individu atau kelompok tertentu untuk meraih legitimasi politik. Ini dapat kita lihat dalam bagaimana banyak organisasi yang awalnya mengusung jargon “pemberdayaan masyarakat” atau “perubahan sosial” justru berhenti pada tahap membangun citra personal para pemimpinnya.

Dari perspektif historis, Lenin dalam What is to be Done? mengkritik keras kaum oportunis yang hanya mengandalkan agitasi tanpa membangun struktur dan strategi ideologis yang jelas. Baginya, gerakan sosial haruslah bersandar pada teori revolusioner yang kuat, bukan sekadar mengikuti gelombang perasaan massa. Populisme, pada akhirnya, hanya memanfaatkan emosi massa tanpa memberi mereka alat untuk memahami kontradiksi sosial yang sebenarnya.

Telos Organisasi dan Kejelasan Ideologis

Dalam pembentukan organisasi, telos (tujuan akhir) bukan sekadar slogan atau jargon yang bisa berganti sesuai kepentingan pragmatis. Marx menekankan pentingnya kesadaran kelas dalam setiap gerakan politik. Organisasi yang ingin mencerdaskan kehidupan bangsa, misalnya, harus memahami bahwa kebodohan bukan sekadar akibat dari kurangnya pendidikan formal, tetapi merupakan konsekuensi struktural dari sistem kapitalisme yang mempertahankan ketimpangan.

Tanpa pemahaman ini, organisasi hanya akan bergerak di permukaan, memberikan solusi-solusi artifisial yang tidak menyentuh akar persoalan. Sebuah organisasi yang dibentuk hanya untuk mencari legitimasi sosial atau membangun portofolio bagi individu-individunya akan dengan mudah kehilangan arah ketika dihadapkan pada tantangan yang sesungguhnya.

Dalam The Communist Manifesto, Marx dan Engels menegaskan bahwa tanpa ideologi yang jelas, sebuah gerakan akan mudah diseret oleh kepentingan borjuis. Sejarah juga membuktikan bahwa organisasi-organisasi yang tidak memiliki basis ideologis yang kuat cenderung mudah beradaptasi dengan sistem kapitalisme, alih-alih melawannya.

Organisasi sebagai Instrumen Perjuangan, Bukan Sekadar Panggung

Berorganisasi bukanlah sekadar soal membangun jaringan atau memperluas pengaruh pribadi. Ia harus menjadi alat perjuangan yang memiliki garis politik yang jelas, strategi yang sistematis, serta taktik yang sesuai dengan kondisi material yang ada. Organisasi yang tidak memiliki ideologi adalah organisasi yang lemah, mudah terombang-ambing oleh arus kepentingan, dan pada akhirnya tidak mampu bertahan menghadapi tantangan zaman.

Marxisme mengajarkan bahwa organisasi revolusioner harus berakar pada prinsip perjuangan kelas, bukan pada ambisi individual. Jika sebuah organisasi dibangun tanpa mempertimbangkan aspek ideologis dan strategi jangka panjang, maka ia hanya akan menjadi alat reproduksi status quo, bukan kekuatan perubahan.

Dalam konteks ini, organisasi yang ingin benar-benar mencerdaskan kehidupan bangsa harus terlebih dahulu memiliki kesadaran bahwa kebodohan dan keterbelakangan adalah bagian dari strategi kapitalisme untuk mempertahankan dominasinya. Oleh karena itu, perjuangan mencerdaskan kehidupan bangsa tidak bisa dilepaskan dari perjuangan melawan sistem kapitalisme itu sendiri.

Penutup: Membangun Organisasi dengan Kesadaran Revolusioner

Di tengah derasnya arus populisme dan organisasi-organisasi yang hanya berorientasi pada pencitraan, penting untuk kembali menegaskan bahwa organisasi yang sejati harus memiliki landasan ideologis yang kuat. Ia bukan sekadar panggung bagi individu-individu yang ingin meraih keuntungan politik, tetapi harus menjadi alat perjuangan yang berkomitmen pada perubahan sosial yang nyata.

Tanpa ideologi yang jelas, organisasi akan mudah kehilangan arah dan akhirnya menjadi bagian dari sistem yang seharusnya ia lawan. Oleh karena itu, tugas kita bukan hanya membangun organisasi, tetapi juga memastikan bahwa organisasi tersebut memiliki telos yang tegas, strategi yang matang, serta keberpihakan yang jelas pada perjuangan kelas pekerja.

Referensi:

Gramsci, Antonio. Selections from the Prison Notebooks. New York: International Publishers, 1971

Lenin, Vladimir Ilyich. What Is to Be Done?. Moscow: Progress Publishers, 1902

Marx, Karl. Das Kapital. Vol. 1. Moscow: Progress Publishers, 1867

Marx, Karl & Engels, Friedrich. Manifesto of the Communist Party. London: Communist League, 1848

Mészáros, István. The Power of Ideology. New York: Monthly Review Press, 1989

Poulantzas, Nicos. Political Power and Social Classes. London: Verso, 1978.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama