Berangkat dari keresahan pribadi yang muncul karna iklim gerakan mahasiswa di Pasuruan yang cukup nyeleneh dan banyak menyimpang jauh. Saya ingin mengulas sedikit terkait konsekuensi pasifnya iklim intelektuil yang dipelopori oleh banyak organisasi mahasiswa yang lupa diri ini.
Pertama, organisasi yang banyak berpengaruh dan punya potensi yang cukup tinggi untuk digunakan dalam upaya-upaya advokasi publik. Sebut saja Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (OMEK), struktur organisasinya cukup rigid dan mekanisme kaderisasinya juga kontinyu. Nyaris semua OMEK ini punya mekanisme kaderisasi yang cemerlang untuk memelihara tujuan ideologis mereka. Sayang beribu sayang, mereka tidak cukup merdeka dalam hal finansial untuk melakukan pengembangan organisasinya. Ini karna banyak OMEK yang miskin ide untuk bicara perihal ekonomi berdikari. Alhasil, donor-donor dicari untuk melangsungkan banyak kegiatan-kegiatan organisasi. Tapi ini tidak tanpa syarat, pendonor-pendonor yang kebanyakan dari senior mereka sendiri ini seringkali ikut campur untuk menentukan gerak organisasi mereka. Belum lagi kalau lagi musim-musim politik, banyak OMEK yang berebut proyek dari lembaga-lembaga survey atau menjual idealismenya untuk jadi timses Caleg. Inilah OMEK.
Yang kedua, Organisasi Kemahasiswaan (ORMAWA). Organisasi ini sama-sama terstruktur, cukup rigid dan cukup merdeka dalam hal finansial. Karna ORMAWA merupakan organisasi Intra kampus semacam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) atau Himpunan pada tingkat fakultas, biasanya diebut Himpunan Mahasiswa (HIMA), mereka punya budget anggaran sendiri yang disediakan melalui anggaran kemahasiswaan di kampus masing-masing. Ini sebetulnya nilai plus, tapi banyak juga yang minus. Misalnya, ORMAWA seringkali ditunggangi kepentingan birokrat-birokrat kampus. Alih-alih memperjuangkan aspirasi mahasiswa atau masyarakat, mereka malah banyak yang jadi kominfonya kampus. ORMAWA seringkali sekadar jadi the massanger untuk kepentingan birokrat kampus, bahkan terkadang instansi-instansi diluar kampus juga.
Pertanyaannya, kok bisa ada organisasi intelektuil yang jauh dari fungsi sosialnya bahkan secara tendensius bersifat koruptif? Kalau sudah jauh menyimpang begini kira-kira apa konsekuensinya?
Sebetulnya, pertanyaan-pertanyaan ini cukup mendasar. Mengingat fungsi organisasi mahasiswa tidak mungkin lepas dari Tri Dharma perguruan tinggi. Tri Dharma Perguruan tinggi meliputi:
1. Pendidikan dan Pengajaran
2. Penelitian dan Pengembangan
3. Pengabdian Kepada Masyarakat.
Saya akan fokus pada point ke-3 saja. Peran ini peran yang cukup fundamental untuk organisasi mahasiswa, karna peran ini yang akan menentukan bagaimana sejarah berjalan.
Kaum-kaum intelektuil ini perlu belajar perspektif kemasyarakatan, perlu banyak belajar tentang bagaimana cara masyarakat memandang. Dari problem-problem organisasi mahasiswa di atas, ini sudah cukup mengkhawatirkan. Mereka tidak diajari untuk memandang dunia sebagaimana masyarakat memandang dunia, mereka malah diajarkan bagaimana para penikmat relasi kuasa seperti senior organisasi, birokrat kampus dan pendonor lainnya memandang masyarakatnya. Alhasil, mahasiswa-mahasiswa ini banyak yang apatis terhadap problem kehidupan masyarakat, banyak dari mereka luput dalam mendefinisikan dirinya sendiri, yang sebetulnya juga bagian, bahkan elemen yang cukup penting dari masyarakat.
Kalau sudah begini, kira-kira apa yang terjadi? Public discourse kita tidak jalan karna banyak kaum intelektuil yang enggan untuk turun dari menara gading. Mahasiswa-mahasiswa ini mengekslusi diri dan membuat diferensiasi klas baru yang berbeda dari masyarakat kebanyakan. Dan kalau sudah demikian, boro-boro mau untuk diajak menyelesaikan problem warga negara, mendefinisikan dirinya sendiri saja belum clear.
Memang tidak semua organisasi mahasiswa di Pasuruan seperti ini. Tapi yang labil seperti yang saya ceritakan lebih banyak. Lantas apa yang bisa dilakukan bagi organisasi yang sudah sadar akan fungsi sosialnya ini? Tentu tidak banyak, karna minoritas seperti kalian pasti susah bertahan dalam iklim yang korup. Tapi setidaknya saya punya tiga saran. Yang pertama, Cobalah untuk berjejaring dengan yang lain, melawan bersama lebih mudah daripada sendiri-sendiri. Yang kedua, hindari sering-sering membuat forum diskusi yang membuat kalian jadi ekslusif atau bahkan terisolasi, sebab terlalu banyak mengisolasi forum artinya juga mengisolasi pikiran. Yang ketiga dan ini yang terakhir, cobalah untuk membuat inovasi baru agar bisa merdeka secara finansial. Sebab bergantung pada donor orang/lembaga lain hanya membuat kemerdekaan menentukan gerak organisasi semakin terkekang.