Pentingnya Logika Dalam Menyaring Informasi dan Mengambil Keputusan

 

Sumber: Instagram @Majelislogika_


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi hari ini begitu pesat. Saking pesatnya, kita dibanjiri berbagai informasi yang terkadang tidak cukup relevan untuk membantu kita dalam menyelesaikan masalah sehari-hari. Ini terjadi nyaris diseluruh belahan dunia manapun. Ketersediaan informasi berlebih ini timbul salah satunya karena kebutuhan industri-industri media dalam melakukan akumulasi modal. Akibatnya, konten-konten yang diproduksi seringkali mengesampingkan fakta-fakta yang dianggap kurang menguntungkan untuk proses akumulasi modal industri-industri media tersebut. Tentu selanjutnya, kitalah yang jadi korban. terombang-ambing dalam lautan ketidakpastian informasi. Hoax, berita-berita konspirasi, konten-konten yang sekadar memuat gimik untuk meraih adsense dan lain sebagainya. Pertanyaannya, adakah cara untuk mengetahui kebenaran informasi? Sehingga kita bisa dengan mudah menyaring dan menggunakannya untuk membantu menyelesaikan persoalan kita sehari-hari.


Tentu saja ada. Instrumen pencari kebenaran itu disebut logika. Lantas pertanyaan selanjutnya adalah, apa itu logika? Logika adalah instrumen, yang diberikan tuhan khusus untuk manusia. Instrumen ini seringkali digunakan untuk melakukan analisis masalah yang dihadapi oleh salah satu ciptaannya, manusia. Atau kalau ingin agak ilmiah kita sebut saja Sapiens. Setidaknya sebelum hewan-hewan lain juga berevolusi dengan kualitas otak yang sama seperti kita. Secara etimologis, logika berasal dari kata logos, diadaptasi dari bahasa yunani. Logos merupakan ekspresi deliberatif tentang apa yang baik, apa yang adil. Setidaknya demikian menurut Aristoteles, filsuf sekaligus guru dari Alexander Agung sang penguasa Makedonia yang berhasil menaklukkan hampir tiga benua dari laut Lonia hingga pegunungan Himalaya sekitar 2400 tahun yang lalu. 


Logika selalu berkembang seiring dengan perkembangan informasi yang didapatkan oleh si-Sapiens tersebut. Tentu, kuantitas informasi yang masuk juga akan beriringan dengan berkembangnya kualitas berpikir. Ada beberapa kategori yang saya temukan dalam buku karya Tan Malaka yang berjudul Materialisme Dialektika dan Logika (MADILOG). Kategori ini berkaitan dengan bagaimana logika itu berkembang, apakah mengatakan bahwa manusia diciptakan oleh dewa Annunaki yang datang dari planet lain itu logis? Tentu saja. Tapi logika ini dalam buku MADILOG disebut sebagai logika mistika. Sebab logika ini muncul tanpa adanya bukti yang jelas, dan hanya bersandar ada kepercayaan-kepercayaan yang tidak bisa diuji kebenarannya. Logika mistika adalah logika pada tingkatan pertama dalam buku Tan Malaka. 


Logika kedua adalah logika filsafat. Logika ini didasari karena timbulnya rasa skeptis si-Sapiens terhadap gejala-gejala alam. Muncul rasa heran akan segala sesuatu dan berusaha secara terus-menerus mencari sebab-akibat dari gejala-gejala yang timbul. Logika ini cukup berpengaruh dalam sejarah pemikiran. melahirkan ide tentang eksistensialisme, rasionalisme, empirisme dan lain sebagainya. Anda bisa pelajari secara khusus lewat jurnal-jurnal yang membahas sejarah filsafat. Tersedia di google dengan berbagai penyajian perspektif si-penulis. Tapi pada intinya, logika filsafat adalah logika yang timbul akibat dari rasa ingin tahu yang besar terhadap gejala-gejala alam, sehingga memantik anda untuk berfikir secara mendalam.


Selanjutnya logika yang ketiga didasarkan pada pisau analisis Materialisme Dialektika. Apa itu materialisme? Apakah materialisme adalah stereotype yang disematkan pada laki-laki/perempuan yang sekadar ingin menguras harta pasangannya? atau konsep pemikiran yang memantik kita terus berpikir bahwa semua bisa dibeli dengan uang? Tentu bukan, banyak salah kaprah yang terjadi dalam mendefinisikan materialisme. Materialisme, sebetulnya juga salah satu aliran filsafat yang didasarkan pada sesuatu yang sifatnya  terukur. Diukur melalui apa? Tentu melalui metodelogi sains. Dan sains selalu bersifat dialektis. Prinsip dialektika ada tiga:


1. Perubahan dari Kuantitas Menuju Kualitas atau Sebaliknya.

Misal, suku Bajau yang tersebar di Sulawesi dan Kalimantan. Mereka memiliki paru-paru yang lebih besar daripada Sapiens kebanyakan. Ini terjadi karena mereka hidup di laut, terbiasa menyelam dalam waktu yang cukup lama untuk mencari sumber pangan untuk bertahan hidup. Alhasil, kuantitas kebiasaan hidup mereka yang dilakukan selama nyaris ribuan tahun, menghasilkan perubahan kualitatif terhadap organ paru-paru mereka. Secara genetik, organ mereka berevolusi menyesuaikan dengan cara-cara mereka beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. 

2. Negasi Atas Negasi

Ilmu pengetahuan selalu berkembang, menegasikan suatu kebenaran teori adalah konyol. Heraclitus, seorang filsuf alam kira-kira pernah bilang begini, "tidak ada yang pasti di bawah kolong langit selain ketidak pastian itu sendiri". Misalkan, dulu kita mengenal bahwa materi terkecil adalah atom. Tapi itu tidak sepenuhnya benar. Karena di tahun 2012, kita mengenal apa yang disebut the god particle atau bahasa ilmiahnya higgs boson. Dikatakan partikel tuhan, karena higgs boson waktu itu disinyalir sebagai partikel terkecil yang memberikan masa pada materi. Ada juga dark matter atau energi gelap yang disinyalir merupakan jenis materi penyusun mayoritas materi yang ada di alam semesta. Intinya, negasi atas negasi adalah prinsip yang mecegah kita agar tidak memberhalakan suatu kebenaran yang dianggap absolut, dan mendorong kita untuk terus mencari kebenaran-kebenaran lain secara lebih objektif. 

3. Kontradiksi

Prinsip ini merupakan esensi dari dialektika. Benturan pendapat, ide dan tindakan merupakan sesuatu yang lumrah. Kendati demikian, kita justru lebih mudah membuat kesimpulan ketika ada unsur kotradiksi di dalamnya. Tesis, anti-tesis, dan sintesis. Tesis adalah proposisi, anti-tesis adalah penyangkalan atas proposisi, dan sintesis adalah kesimpulannya.


Kategori logika terakhir, merupakan instrumen yang bisa digunakan untuk membedah persoalan-persoalan hidup kita hari ini. Persoalan terkait upaya kita untuk memfilter informasi, mendekonstruksi dan merekonstruksikan suatu informasi sehingga mampu menghasilkan argumentasi yang cukup bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tentu, jika sudah bisa dipertanggungjawabkan, pasti juga bisa digunakan sebagai rujukan untuk melakukan suatu tindakan. 


Editor : G. Indri A

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama