Pengesahan UU TNI: Peran Militer di Jabatan Sipil
Kekuatan militer selalu hadir sebagai bagian dari dinamika sosial, politik, dan ekonomi. Militer bukanlah institusi yang berdiri netral, melainkan selalu terkait dengan corak produksi yang berlaku dalam suatu masyarakat. Dari masyarakat komunal primitif hingga kapitalisme, militer mengalami transformasi sesuai dengan kepentingan kelas yang berkuasa. Artikel ini hendak membedah militer sebagai inatitusi secara genealogis, evolusi perannya dalam berbagai periode corak produksi Marxis, serta bagaimana di era kapitalisme modern, militer di banyak negara termasuk Indonesia mengalihkan fungsinya sebagai pelindung modal ketimbang sebagai alat pertahanan rakyat.
Dari Masyarakat Komunal Primitif ke Militerisasi Kedatuan
Pada periode masyarakat komunal primitif, tidak ada tentara profesional yang berdiri terpisah dari rakyat. Pertahanan kelompok atau suku dilakukan secara kolektif oleh anggota yang memiliki tanggung jawab bersama dalam mempertahankan komunitasnya dari ancaman eksternal. Namun, seiring dengan munculnya surplus produksi dan kepemilikan pribadi, struktur masyarakat berubah.
Pada mulanya, manusia hidup dalam kelompok berburu dan meramu, di mana hasil yang diperoleh langsung dikonsumsi tanpa ada sisa yang berlebih. Namun, dengan ditemukannya teknologi agrikultur dan domestikasi hewan, produksi mulai menghasilkan surplus, ini membuat makanan lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk bertahan hidup sehari-hari.
Ketika masyarakat berburu-meramu beralih ke kehidupan menetap, mereka mulai mengembangkan spesialisasi kerja. Ada kelompok yang lebih fokus pada pertanian, perburuan, pengolahan makanan, atau pembuatan alat. Spesialisasi ini meningkatkan produktivitas, tetapi juga mengubah cara pembagian sumber daya. Awalnya, distribusi hasil masih bersifat kolektif, tetapi seiring waktu, pembagian mulai berdasarkan beban kerja atau kontrol atas alat produksi tertentu. Hal ini menciptakan ketimpangan sosial pertama, di mana kelompok tertentu memiliki akses lebih besar terhadap surplus produksi dibandingkan kelompok lain.
Dengan meningkatnya surplus, muncul kebutuhan untuk mengelola dan mengamankan sumber daya. Dalam beberapa komunitas, individu atau kelompok yang mengendalikan distribusi pangan atau pengorganisasian kerja mulai memiliki posisi yang lebih kuat. Mereka menjadi pemimpin yang tidak hanya bertugas mengatur masyarakat, tetapi juga mempertahankan kepentingannya dari ancaman eksternal atau internal. Dari sinilah cikal bakal kepemilikan pribadi muncul, yang pada akhirnya mempercepat pembentukan kelas sosial.
Dalam masyarakat asiatik atau kedatuan, muncul kelompok yang mengkhususkan diri dalam perang. Struktur militer mulai berkembang di sekitar penguasa yang memiliki kendali atas tanah dan tenaga kerja. Raja atau datu membutuhkan pasukan untuk mempertahankan otoritasnya, mengumpulkan upeti, dan menundukkan kelompok-kelompok yang melawan. Inilah fase awal militer sebagai alat dominasi kelas.
Militer dalam Feodalisme: Alat Penguasa Tanah
Feodalisme melahirkan struktur militer yang lebih kompleks. Bangsawan dan raja memiliki pasukan yang setia kepada mereka, apalagi di eropa juga terdapat doktrin gereja yang memperkuat posisi mereka. sementara rakyat jelata menjadi petani yang mendanai keberlangsungan militer melalui pajak dan kerja paksa. Sistem ini, menjelaskan perang bukan hanya tentang pertahanan, tetapi juga ekspansi kekuasaan. Tentara bayaran muncul sebagai solusi bagi penguasa yang membutuhkan pasukan tanpa harus bergantung pada rakyat.
Di Eropa, sistem feodal menciptakan hubungan patron klien antara bangsawan dan kesatria, dimana militer menjadi kepanjangan tangan aristokrasi. Hal serupa terjadi di banyak wilayah Asia, termasuk di Nusantara, dimana kerajaan seperti Majapahit dan Sriwijaya mengandalkan armada dan pasukan elit untuk memperluas kekuasaannya.
Kapitalisme dan Profesionalisasi Militer
Revolusi industri dan perkembangan kapitalisme mengubah peran militer secara signifikan. Negara-bangsa modern membutuhkan tentara profesional yang tidak lagi setia kepada individu bangsawan, tetapi kepada institusi negara. Namun, perubahan ini bukan berarti militer menjadi netral. Sebaliknya, militer tetap menjadi alat kelas pemodal untuk mempertahankan kepentingannya, baik dalam skala nasional maupun global.
Militer tidak hanya digunakan untuk menekan pemberontakan dalam negeri, tetapi juga untuk ekspansi kolonial yang memungkinkan kapitalis menguasai sumber daya baru. Contohnya adalah bagaimana tentara Inggris dan Perancis digunakan untuk mengamankan jalur perdagangan dan eksploitasi sumber daya di Asia dan Afrika.
Militer di Indonesia: Dari Alat Kolonial Menjadi Pelayan Kapitalisme
Militer mengalami berbagai transformasi di Indonesia, dari zaman kolonial hingga reformasi. Pada masa penjajahan Belanda, tentara kolonial seperti KNIL digunakan untuk menekan perlawanan rakyat dan memastikan eksploitasi ekonomi terus berjalan. Setelah kemerdekaan, TNI didirikan dengan semangat perjuangan rakyat, tetapi seiring waktu, perannya bergeser.
Pada era Orde Baru, militer menjadi bagian dari struktur kapitalisme negara. Di bawah kepemimpinan Soeharto, militer tidak hanya mengendalikan politik tetapi juga ekonomi. Melalui yayasan dan bisnis yang dikelola oleh perwira tinggi, militer memiliki kepentingan dalam berbagai sektor ekonomi. Sementara itu, prajurit berpangkat rendah sering menjadi korban eksploitasi.
Tentara sebagai Kelas Pekerja: Antara Loyalitas dan Eksploitasi
Meskipun militer sebagai institusi melayani kepentingan kapitalisme, individu tentara berpangkat rendah tetap bagian dari kelas pekerja. Mereka hidup dalam kondisi yang keras, sering kali dengan gaji rendah dan fasilitas yang buruk. Banyak dari mereka dipaksa untuk menjalankan tugas-tugas yang menguntungkan elite tentara dan bisnis tanpa memiliki kuasa atas keputusan tersebut.
Kasus-kasus seperti korupsi dalam pengadaan peralatan militer, pengabaian kesejahteraan prajurit, serta eksploitasi tenaga kerja tentara untuk proyek-proyek swasta menunjukkan bagaimana tentara bukanlah bagian dari kelas penguasa, tetapi korban sistem yang sama yang mereka pertahankan.
Sebagaimana Antonio Gramsci menulis dalam Prison Notebooks, "Negara bukan hanya alat pemaksaan, tetapi juga hegemoni. Militer adalah bagian dari aparatus yang mempertahankan dominasi kelas dengan cara koersif." Dalam sistem kapitalisme, tentara berpangkat rendah bukanlah pemegang kekuasaan, melainkan roda penggerak dalam mesin eksploitasi yang lebih besar.
Militer dalam Jerat Kapitalisme
Sejarah menunjukkan bahwa militer selalu beradaptasi dengan corak produksi yang berlaku. Dari masyarakat komunal primitif hingga kapitalisme global, peran militer berubah sesuai dengan kepentingan kelas yang dominan. Militer lebih banyak berfungsi sebagai pelindung modal dibanding sebagai pembela rakyat Dalam sistem kapitalisme saat ini.
Untuk memahami militer secara lebih mendalam, penting untuk membedakan antara militer sebagai institusi dan tentara sebagai bagian dari kategori kelas pekerja. Institusi militer adalah bagian dari negara sebagai alat kapitalis yang memiliki fungsi untuk mempertahankan status quo, sementara tentara, utamanya prajurit berpangkat rendah sering kali menjadi bagian dari kelas pekerja yang tereksploitasi. Oleh karena itu, kritik terhadap militerisme tidak boleh hanya berfokus pada militer sebagai institusi, tetapi juga harus mempertimbangkan bagaimana tentara sebagai kategori kelas pekerja bisa terorganisir untuk menentang eksploitasi yang mereka alami.
Seperti halnya yang terjadi pada Komune Paris 1871, rakyat Paris bangkit melawan pemerintahan Versailles yang dipimpin Adolphe Thiers. Ketika pemerintah mencoba merebut kembali meriam yang dikuasai milisi rakyat (Garde Nationale), banyak tentara reguler justru menolak menembaki rakyat dan malah bergabung dengan pemberontakan. Ini adalah momen penting yang menunjukkan bagaimana tentara bisa mengabaikan perintah kelas berkuasa dan berpihak pada kelas pekerja, terutama ketika mereka sendiri adalah bagian dari rakyat yang dieksploitasi.
Komune Paris membuktikan bahwa militer tidak selalu menjadi instrumen kekuasaan yang monolitik ada potensi perlawanan internal ketika kondisi politik dan ekonomi memaksa mereka untuk memilih antara membela modal atau kepentingan rakyat. Seperti yang dikatakan Frantz Fanon dalam The Wretched of the Earth, "Setiap struktur kekuasaan memiliki pelayannya sendiri, tetapi tidak semua pelayan menyadari rantai yang membelenggu mereka." Dalam sistem kapitalisme, tentara berpangkat rendah adalah bagian dari massa tertindas yang suatu hari nanti dapat menyadari bahwa musuh mereka bukanlah rakyat sipil, tetapi sistem yang memperbudak mereka.