Pendidikan Progresif Sebagai Tawaran Alternatif Mengatasi Sistem Ekonomi Politik yang Korup

Sumber: Dictio.id "Apa yang disebut dengan sistem ekonomi kapitalis atau kapitalisme"

Jalannya sebuah sistem pemerintahan, selalu beriringan dengan perkembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Jika kualitas SDM sudah mampu beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tersedia, maka sistem pemerintahan juga akan berjalan secara efektif dan efisien. Ini memungkinkan distribusi hak warga negara dalam sistem pemerintahan tertentu lebih terjamin. Maka kunci dari perubahan sosial, salah satunya, selalu ditunjang dengan infrastruktur pendidikan. 

Coba lihat bagaimana gerak sejarah menceritakan kesuksesan pendidikan dalam merubah secara radikal sistem pemerintahan tertentu untuk menjamin suatu kedaulatan. restorasi Meiji di Jepang misalnya. pada tahun (1862-1912) menjadi titik balik untuk memperbaiki sistem ekonomi politik yang berlaku konservatif, termasuk dalam hal pendidikan. Pada tahun 1907, Jepang memperpanjang pendidikan wajib yang pada mulanya 4 tahun, menjadi 6 tahun. Mereka mengubah kurikulumnya lebih berorientasi pada sains dan teknologi, juga membangun banyak universitas untuk menunjang penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Dan yang lebih penting adalah meningkatkan kualitas guru dan meningkatkan gaji mereka sebagai upaya peningkatan kesejahteraan. Alhasil, Jepang menjadi negara yang melesat jauh dari negara-negara lain. Dalam kurun waktu kurang dari satu abad, mereka menjadi salah satu negara yang dominan dalam Perang Dunia ll (PD ll).

Kalau saja contohnya terlalu jauh, bisa kita lihat bagaimana penerapan Politik Etis oleh Hindia Belanda yang berpengaruh secara signifikan terhadap menguatnya gerakan nasional yang pro terhadap kemerdekaan di Indonesia. Ini terjadi karena terbukanya akses pendidikan yang cukup luas untuk kaum pribumi, kebebasan dalam berorganisasi dan menentukan ekspresi politik. Ini menjadi tonggak awal munculnya tokoh-tokoh nasional seperti Moh. Hatta, Dr. Wahidin Soedirohoesodo, Sutan Sjahrir, Ki Hadjar Dewantara dan banyak lainnya. 

Pendidikan menjadi kunci penting dalam berkembangnya sebuah negara yang sedang sakit karena pelanggaran hak asasi, korupsi, kejahatan politik lain yang memungkinkan distribusi kesejahteraan menjadi macet. Pendidikan mampu menjadi alarm bagi masyarakat yang tertidur dan belum sadar akan adanya penindasan yang berjalan secara sistemik. 

Hari ini, Indonesia lebih banyak memiliki kaum-kaum terpelajar. Indonesia banyak melahirkan sarjana-sarjana muda yang cukup potensial. Ditambah akses terhadap informasi untuk masyarakat juga cukup luas. Kita bisa search di Google untuk mencari informasi, membuat platform diskusi di media manapun. Instagram, WhatsApp, X, Youtube, TikTok, Facebook dan banyak lainnya. Namun tantangan hari ini lebih kompleks. Dunia tidak lagi dihadapkan pada ancaman invasi Amerika seperti Jepang sebelum restorasi Meiji, atau penjajahan Hindia Belanda di Nusantara. Kita sedang dihadapkan pada persoalan yang lebih rumit. Monopoli pasar global, krisis ekologi, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), eksploitasi sumber daya alam untuk segelintir orang, dan kesenjangan yang tinggi sebagai konsekuensi logis berlakunya sistem Kapitalisme.

Sarjana-sarjana kita perlu memandang lebih luas problem struktural yang terjadi di dunia, mendalami setiap persoalan secara struktural. Mencoba secara serius merumuskan solusi-solusi dari masalah yang lahir karena berlakunya sistem ekonomi politik yang hari ini cukup dominan. Kita bisa mencari model alternatif seperti negara-negara sosialis di Skandinavia. Penerapan pajak progresif, yang kemudian direinvestasikan untuk infrastruktur publik seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan transportasi. Atau penerapan Universal Basic Income sebagai upaya untuk meningkatkan daya beli dan kesejahteraan masyarakat. Model ini disebut sebagai model Welfare State, atau negara kesejahteraan. Tentu ini perlu proses yang cukup panjang dan banyak basis materil yang belum terpenuhi untuk menuju kesana. Tapi coba bayangkan, dengan berlakunya sistem ekonomi politik seperti itu, kita bisa imajinasikan hidup seperti di Denmark yang nyaris (0%) kasus korupsinya, atau Finlandia dengan kualitas pendidikannya yang cukup tinggi. 

Tulisan ini merupakan ajakan agar kita sama-sama merefleksikan masalah-masalah yang timbul akibat dari berlakunya sistem ekonomi politik yang menindas, mengkaji dan merumuskan ulang terkait apa saja yang perlu kita lakukan untuk menjaga kedaulatan warga negara agar tidak lagi digerogoti oleh yang korup. Sebab keputusan politik selalu memiliki konsekuensi untuk yang publik. Biaya dan akses terhadap pendidikan, harga bahan-bahan pokok, akses setara untuk mendapatkan keadilan dimata hukum, akses untuk mendapatkan tubuh yang sehat melalui layanan kesehatan, dan lain sebagainya. Banyak hal yang belum kita pelajari, banyak solusi alternatif yang bisa kita terapkan. Tapi setidaknya, seminim-minimnya iman, coba kita internalisasikan persoalan ini ke dalam diri kita sendiri. bukan sebagai sesuatu yang harus segera diselesaikan, tapi setidaknya sebagai bahan refleksi. Jikapun sudah clear, kita bisa aplikasikan solusi yang kita dapat lewat lingkungan terdekat kita, keluarga, teman, atau kekasih barangkali. Sebelum menjangkau ranah yang lebih luas lagi. Setidaknya, kita perlu belajar lebih banyak untuk berlaku adil bahkan sejak dalam pikiran.

Editor : Galuh

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama